Ads

Tuesday, 5 April 2016

Download Undang-Undang Pariwisata 2009 Lengkap


                                           UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                               NOMOR 10.TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
                                                                     
BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai  fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,Pemerintah,dan Pemerintah Daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
9. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
11. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.
12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.
 13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat  daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
 15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kepariwisataan.

                                                                         BAB II
                                                    ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
                                                                          Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
    a. manfaat;                f. kelestarian;     k. kesatuan.
    b. kekeluargaan;        g. partisipatif;
    c. adil dan merata;     h. berkelanjutan;
    d. keseimbangan;       i. demokratis;
    e. kemandirian;          j. kesetaraan;
                                                                          Pasal 3
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani,rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
                                                                           
                                                                          Pasal 4
Kepariwisataan bertujuan untuk:
        a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;        f. memajukan kebudayaan;
        b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;           g. mengangkat citra bangsa;
        c. menghapus kemiskinan;                            h. memupuk rasa cinta tanah air;
        d. mengatasi pengangguran;                          i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
        e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;    j. mempererat persahabatan antarbangsa.               
                   
                                                                      BAB III
                                      PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
                                                                        Pasal 5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat,keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah,antara pusat dan daerah yang  merupakan satukesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

                                                                            BAB IV
                                                  PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
                                                                             Pasal 6
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk     berwisata.
                                                                            Pasal 7
Pembangunan kepariwisataan meliputi:
        a. industri pariwisata;
        b. destinasi pariwisata;
        c. pemasaran; dan
        d. kelembagaan kepariwisataan.
                                                                              Pasal 8
(1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi,dan rencana induk pembangunan kepariwisataan  kabupaten/kota.
(2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.
                                                                             Pasal 9
(1) Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.
(3) Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.
(4) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat    2, dan ayat 3 dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.
(5) Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.
                                                                                Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
                                                                               Pasal 11
Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.

                                                                               BAB V
                                                               KAWASAN STRATEGIS
                                                                               Pasal 12
(1) Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:
    a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata;
    b. potensi pasar;
    c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;
   d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
    e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya;
    f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
    g. kekhususan dari wilayah.
(2) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat.
                                                                           Pasal 13
(1) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksuddalam Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2 terdiri atas kawasan strategis pariwisata nasional, kawasan strategis pariwisata provinsi, dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.   
(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh Pemerintah, kawasan strategis pariwisata provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi,dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota     ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(4) Kawasan pariwisata khusus ditetapkan dengan undang-undang.

                                                                                    BAB VI
                                                                      USAHA PARIWISATA
                                                                                    Pasal 14
(1) Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
  a. daya tarik wisata;         g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
  b. kawasan pariwisata;     h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;   
  c. jasa transportasi wisata;          i. jasa informasi pariwisata;
  d. jasa perjalanan wisata;            j. jasa konsultan pariwisata;
  e. jasa makanan dan minuman;    k. jasa pramuwisata;
  f. penyediaan akomodasi;           l. wisata tirta; dan  
 m. spa.   
                                                       
           
 (2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

                                                                   Pasal 15
(1) Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan  usahanya  terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
                                                                    Pasal 16
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
                                                                    Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar.

                                                                          BAB VII
                                                      HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
                                                                    Bagian Kesatu
                                                                             Hak
                                                                          Pasal 18
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
                                                                          Pasal 19   
(1) Setiap orang berhak:
        a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
        b. melakukan usaha pariwisata;
        c. menjadi pekerja/buruh pariwisata; dan/atau
        d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.                                                               (2) Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:
        a. menjadi pekerja/buruh;
        b. konsinyasi; dan/atau
        c. pengelolaan.
                                                                            Pasal 20
Setiap wisatawan berhak memperoleh:
        a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
        b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
        c. perlindungan hukum dan keamanan;
        d. pelayanan kesehatan;
        e. perlindungan hak pribadi; dan
        f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.
                                                                             Pasal 21
Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak,dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.
                                                                             Pasal 22
Setiap pengusaha pariwisata berhak:
        a. mendapatkan kesempatan yang sama dalamberusaha di bidang kepariwisataan;
        b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
        c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan
        d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                       
                                                                        Bagian Kedua
                                                                          Kewajiban
                                                                            Pasal 23
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban:
    a. menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan;
     b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum;
     c. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; dan
     d. mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.   
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.
                                                                            Pasal 24
Setiap orang berkewajiban:
   a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
  b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
                                                                            Pasal 25
Setiap wisatawan berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat
b. memelihara dan melestarikan lingkungan
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan dan
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum.
                                                                           Pasal 26
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif
d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan
e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan;
i.  berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat
j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri
l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya   
m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab dan
n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                                                             Bagian Ketiga
                                                                                 Larangan
                                                                                  Pasal 27
(1) Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata.
(2) Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimanadimaksud pada ayat 1 adalah melakukan perbuatanmengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan,memindahkan,mengambil, menghancurkan, ataumemusnahkan daya tarik wisata sehingga     berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dannilai autentik suatu daya tarik wisata yang telahditetapkan oleh Pemerintah dan/atau  Pemerintah Daerah.
                                                                            BAB VIII
                            KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
                                                                              Pasal 28
Pemerintah berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional;
b. mengoordinasikan pembangunan kepariwisataanlintas sektor dan lintas provinsi;
c. menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan sesuaid engan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menetapkan daya tarik wisata nasional;
e. menetapkan destinasi pariwisata nasional ;
f. menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisataan;
g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan;
h. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
i. melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;
j. memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;
k. memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan;
l. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat;
m. mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan; dan mengalokasikan anggaran kepariwisataan.   
                                                                             Pasal 29
Pemerintah provinsi berwenang:
    a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi;
    b. mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya;
    c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
    d. menetapkan destinasi pariwisata provinsi;
    e. menetapkan daya tarik wisata provinsi;
    f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
    g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi; dan
    h. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
                                                                            Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota berwenang:
    a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
    b. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
    c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
    d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
    e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya;
   f. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
    g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;
    h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota;
    i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya;
    j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata; dan
    k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
                                                                          Pasal 31
(1) Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret diberi penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah atau lembaga lain yang tepercaya.
(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan, dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
                                                                           Pasal 32
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan.
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan nasional. Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.

                                                                          BAB IX
                                                                   KOORDINASI
                                                                          Pasal 33
(1) Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan Pemerintah melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada tataran  kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan.
(2) Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
        a. bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina;
        b. bidang keamanan dan ketertiban;
       c. bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik,telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;
        d. bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan
        e. bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.
                                                      
                                                                            Pasal 34
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden.
                                                                            Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.
                                                                           BAB X
                                       BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA
                                                                     Bagian Kesatu
                                                  Badan Promosi Pariwisata Indonesia
                                                                         Pasal 36
(1) Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia yang berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
(3) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
                                                                           Pasal 37
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Indonesia terdiri atas 2 (dua)     unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
                                                                           Pasal 38
(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berjumlah 9 (sembilan) orang anggota terdiri atas:
        a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
        b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
        c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
        d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia diusulkan oleh Menteri kepada Presiden untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), danayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
                                                                         Pasal 39
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 membentuk unsur pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
                                                                         Pasal 40
(1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan kebutuhan.
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia wajib menyusun tata kerja dan rencana kerja.
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Indonesia paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
                                                                       Pasal 41
 (1) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai tugas:
        a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
        b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
        c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
      d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
        e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata Indonesia mempunyai fungsi sebagai:
        a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah; dan
        b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
                                                                         Pasal 42
(1) Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Indonesia berasal dari:
        a. pemangku kepentingan; dan
      b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari AnggaranPendapatan dan Belanja Negara dan AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-AnggaranPendapatan dan Belanja Negara dan non-AnggaranPendapatan dan  Belanja Daerah wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

                                                                  Bagian Kedua
                                                  Badan Promosi Pariwisata Daerah
                                                                       Pasal 43
(1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
(3) Badan Promosi Pariwisata Daerah dalammelaksanakan kegiatannya wajib berkoordinasidengan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
(4) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
                                                                           Pasal 44
Struktur organisasi Badan Promosi Pariwisata Daerah terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu unsur penentu kebijakan dan unsur pelaksana.
                                                                          Pasal 45
(1) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 berjumlah 9 (sembilan)  orang anggota terdiri atas:
        a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
        b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
        c. wakil asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
        d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
(3)  Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.                       
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja,persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan  Gubernur/Bupati/Walikota.
                                                                            Pasal 46
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 membentuk unsur pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah.
                                                                            Pasal 47
(1) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang direktur eksekutif dengan dibantu oleh beberapa direktur sesuai dengan kebutuhan.
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah wajib menyusun tata     kerja dan rencana kerja.
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.
                                                                             Pasal 48
(1) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai tugas:
        a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
        b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
        c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
      d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
        e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai fungsi sebagai:
        a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah; dan
        b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
                                                                     Pasal 49
(1) Sumber pembiayaan Badan Promosi Pariwisata Daerah berasal dari:
        a. pemangku kepentingan; dan
      b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara dan non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.

                                                                     BAB XI
                                GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA INDONESIA
                                                                     Pasal 50                                                                           (1) Untuk mendukung pengembangan dunia usaha pariwisata yang kompetitif, dibentuk satu wadah yang dinamakan Gabungan Industri  Pariwisata  Indonesia.
(2) Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia terdiri atas:
            a. pengusaha pariwisata;
            b. asosiasi usaha pariwisata;
            c. asosiasi profesi; dan
            d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
(3) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta wadahkomunikasi dan konsultasi para anggotanya dalam penyelenggaraan dan pembangunan kepariwisataan.
(4) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia bersifat mandiri dan dalam melakukan kegiatannya bersifat nirlaba.
(5) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain:
            a. menetapkan dan menegakkan Kode Etik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia;
       b. menyalurkan aspirasi serta memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalamrangka keikutsertaannya dalam  pembangunan bidang kepariwisataan;
            c. meningkatkan hubungan dan kerja sama antara pengusaha pariwisata Indonesia dan pengusaha pariwisata luar negeri untuk kepentingan pembangunan kepariwisataan;
            d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang pariwisata; dan
           e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan    kebijakan Pemerintah di bidang kepariwisataan.
                                                                         Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, keanggotaan, susunan kepengurusan, dan kegiatan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
   
                                                                     BAB XI                                                              PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA, STANDARDISASI, SERTIFIKASI, DAN TENAGA        KERJA
                                                                         Bagian Kesatu
                                                         Pelatihan Sumber Daya Manusia
                                                                             Pasal 52
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan pelatihan sumber daya manusia pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                                                        Bagian Kedua
                                                           Standardisasi dan Sertifikasi
                                                                             Pasal 53
1) Tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar kompetensi.
2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.
3) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                                                              Pasal 54
(1) Produk, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata memiliki standar usaha.
(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi usaha.
(3) Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.
                                                                              Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
                                                                           Bagian Ketiga
                                                     Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
                                                                               Pasal 56
(1) Pengusaha pariwisata dapat mempekerjakan tenaga kerja ahli warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.
                                                                         \
                                                                            BAB XIII
                                                                       PENDANAAN
                                                                            Pasal 57
Pendanaan pariwisata menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, pengusaha, dan masyarakat.
                                                                            Pasal 58
Pengelolaan dana kepariwisataan dilakukan berdasarkan prinsip keadilan,efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
                                                                            Pasal 59
Pemerintah Daerah mengalokasikan sebagian dari pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaraan pariwisata untuk kepentingan pelestarian alam dan budaya.
                                                                           Pasal 60
Pendanaan oleh pengusaha dan/atau masyarakat dalam pembangunan pariwisata di pulau kecil diberikan insentif yang diatur dengan  Peraturan Presiden.
                                                                           Pasal 61
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan peluang pendanaan bagi usaha mikro dan kecil di bidang kepariwisataan.

                                                                            BAB XIV
                                                             SANKSI ADMINISTRATIF
                                                                           Pasal 62
(1) Setiap wisatawan yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikenai sanksi berupa teguran lisan disertai dengan  pemberitahuan mengenai hal yang harus dipenuhi.
(2) Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan dilakukan.
                                                                            Pasal 63
(1) Setiap pengusaha pariwisata yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan/atau Pasal 26 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
            a. teguran tertulis;
            b. pembatasan kegiatan usaha; dan
            c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
                                                                               BAB XV
                                                                 KETENTUAN PIDANA
                                                                                Pasal 64
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik  daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000, 00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik,atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

                                                                         BAB XVI
                                                          KETENTUAN PERALIHAN
                                                                          Pasal 65
Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat  (1) harus telah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang  ini diundangkan.
                                                                          Pasal 66
(1) Pembentukan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 untuk pertama kalinya difasilitasi oleh  Pemerintah.
(2) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah dibentuk dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
                                                                              BAB XVII
                                                             KETENTUAN PENUTUP
                                                                                 Pasal 67
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
                                                                                 Pasal 68
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.                                                                   
                                                                                  Pasal 69
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 3427), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
                                                                                    Pasal 70
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 11
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat
Wisnu Setiawan                        
                                      



   

No comments: